Sabtu, 14 November 2009

Nasakh Mansukh


BAB I



PENDAHULUAN




1. Nasakh


Naskah adalah salah satu dari 2 macam cara yang dikenal masyhur di kalangan para ulama dalam menyelesaikan persoalan Ta'arud Al-Dillah. Kedua cara tersebut didasarkan pada pendapat yang dikemukakan oleh Hanafiah dan Syafi'iyah.


Dari definisi yang ada dapat diketahui bahwa persoalan Ta'arud Al-Dillah di bahas oleh para ulama ketika ada pertentangan antara dua dalil, atau antara satu dalil dengan dalil lainnya secara zhahir pada derajat yang sama. Maksud dari satu derajat adalah antara ayat dengan ayat atau antara surat dengan surat.


Wahbah Al-Juahili berpendapat bahwa pertentangan antara dua dalil atau dua hukum yang terkandung dalam dua dalil bergantung pada pandangan dan kemampuan para mujtahid dalam memahami, menganalisa, serta sejauhmana kekuatan logika mereka. Dengan kata lain, pertentangan tersebut bukanlah pertentangan yang aktual. Ia beralasan bahwa tidaklah mungkin Allah SWT atau Rasul-nya menurunkan aturan yang saling bertentangan antara satu dalil dengan dalil yang lain.


Nasakh adalah membatalkan dalil yang sudah ada dengan didasarkan pada dalil yang datang kemudian yang mengandung hukum yang berbeda. Seorang mujtahid harus melacak sejarah kedua dalil tersebut dan kemudian mengambil dalil yang datang kemudian.



2. Mansukh


Mansukh ialah hukum yang diangkatkan. Adapun untuk mengetahui lebih dalam mengenai ilmu Nasakh Mansukh ini akan kami bahas dalam makalah ini baik dari segi pengertian, syarat-syarat adanya nasakh, hal-hal yang terdapat pada nasakh, rukun nasakh, macam-macam nasakh, perbedaan dan persamaan nasakh dengan Taksis dan hikmah nasakh.







BAB II



ILMU NASIKH MANSUKH




A. Nasakh


  1. Pengertian

Dari segi bahasa nasakh bisa diartikan sebagai menghilangkan atau pembatalan atau penghapusan.


Misalnya dalam kalimat :


"Cahaya matahari menghilangkan bayang-bayang"


"Angin telah menghapus jejak suatu kaum"


Terdapat firman Allah SWT:


"Sesungguhnya kami (Allah) menghapuskan pahala apa yang dulu kamu lakukan"


Adapun menurut istilah adalah


"Mengangkatkan kaum syara' dengan perintah atau khitab Allah yang datang kemudian dari padanya".


Sedangkan definisi nasakh menurut ulama Ushul Fiqih, yang masyhur ada dua yaitu:


"Penjelasan berakhirnya masa berlaku suatu hukum melalui dalil syar'i yang datang kemudian"





"Pembatalan hukum syara' yang ditetapkan terdahulu dari orang mukallaf dengan hukum syara' yang sama yang datang kemudian".


Dari kedua definisi menurut ulama Ushul Fiqih, para ahli Ushul Fiqih menyatakan bahwa nasakh itu bisa dibenarkan bila memenuhi ktriteria berikut:


a. Pembatalan itu harus dilakukan melalui tuntutan syara' yang mengandung hukum dari Allah dan Rasul-Nya yang disebut nasakh (yang menghapus maka habisnya masa berlaku hukum yang disebabkan wafatnya seseorang tidak dinamakan nasakh.


b. Yang dibatalkan adalah syara' yang disebut Mansukh (yang dihapus)


c. Nasikh harus datang kemudian *terakhir) dari Mansukh. Dengan demikian Istitsna (pengecualian) tidak disebut nasakh.


  1. Syarat-syarat adanya nasakh:

1. Yang dimansukhkan hendaklah hukum syara'


2. Dalil yang digunakan untuk mengangkat hukum itu adalah dalil syara' yang datangnya kemudian dari teks hukum yang dimansukhkan hukumnya


3. Janganlah hukum yang diangkatkan itu berkaitan dengan suatu waktu tertentu


  1. Hal-hal yang terdapat pada nasakh:

1. Nasakh terdapat pada perintah dan larangan


2. Nasakh tidak terdapat dalam akhlak dan adab yang didorong Islam adanya


3. Tidak terjadi pada akidah, seperti:


a. Zat-Nya


b. Sifat-Nya


c. Kitab-Kitab-Nya


d. Hari akhir


Tidak pula mengenai khabar shahih (yang jelas dan nyata) misal:


a. Janji baik Allah SWT bagi orang yang bertakwa masuk surga


b. Janji jahat Allah SWT bagi orang yang mati kafir atau musyrik masuk neraca.


4. Tidak terjadi mengenai ibadat dasar dan muamalat, karena semua agama tidak lepas dari dasar-dasar ini


Dasarnya ialah firman Allah SWT:





"Dia (Allah) telah mensyariatlan kepada kamu (Muhammad) tentang agama apa yang telah diwasiatkan kepada Nuh dan yang telah kami wahyukan kepada engkau dan apa yang telah kami wasiatkan kepada: Ibrahim, Musa dan Isa …." (SyAsyura:13)


  1. Rukun Nasakh

Rukun nasakh itu ada empat, yaitu:


a. Adat an-nasakh yaitu pernyataan menunjukkan adanya pembatalan hukum yang telah ada


b. Nasikh adalah dalil yang kemudian yang menghapus hukum yang telah ada. Pada hakikatnya nasakh itu berasal dari Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang membuat hukum dan Dia pulalah yang menghapuskannya


c. Mansukh yaitu hukum yang dibatalkan, dihapuskan atau dipindahkan


d. Mansukh 'anhu yaitu orang yang dibebani hukum


  1. Macam-macam Nasakh

Para ulama yang mengakui keberadaan nasakh, membagi nasakh menjadi beberapa macam, diantaranya:


a. Nasakh yang tidak ada gantinya, seperti nasakh terhadap keharusan memberikan sedekah kepada orang miskin bagi mereka yang akan berbicara dengan Nabi


b. Nasakh yang ada penggantinya, namun penggantinya tersebut adakalanya lebih ringan dan adakalanya lebih berat


c. Nasakh bacaan (teks) dari suatu ayat, namun hukumnya tetap berlaku


d. Nasakh hukum ayat, namun teksnya masih ada


e. Nasakh hukum dan bacaan ayat sekaligus. Seperti haramnya menikahi saudara sesusu itu dengan batasan 10 kali (H.R. Bukhari dan Muslim dari Aisyah). Hukum dan bacaan teks tersebut telah di hapus.


f. Terjhadinya penambahan hukum dari hukum yang pertama,. Menurut ulama Hanafiah, hukum penambahan tersebut bersifat nasakh


g. Pengurangan terhadap hukum ibadah yang telah disyaraiatkan. Menurut kesepakatan paera ulama dikatakan nasakh, tetapi mereka tidak memberikan contohnya.


  1. Perbedaan dan Persamaan Nasakh dengan Taksis

Nasakh dan Taksi memiliki persamaan antara lain, terletak pada fungsinya yakni untuk membatasi kandungan suatu hukum. Keduanya berfungsi untuk mengkhususkan sebagian kandungan dari suatu lafazh. Hanya saja, tetapi lebih khusus pada pembatasan berlakunya hukum yang umum, sedangkan Nasakh menekankan pembatasan suatu hukum pada masa tertentu.


Ada beberapa perbedaan antara Nasakh dan Takhsis yaitu:


a. Taksis ialah membatasi jumlah afradul amm, sedangkan nasakh ialah membatalkan hukum yang telah ada dan diganti dengan hukum yang baru.


b. Taksis (Mukhasis) bila dengan kata-kata Qur'an dan Hadits dengan dalil-dalil syara' yang lain seperti ijma', qiyas juga dengan dalil akal. Sedangkan nasakh hanya dengan kata-kata saja.


c. Taksis hanya masuk kepada dalil amm. Nasakh bisa masuk kepada dalil amm dan dalil khash


d. Taksis hanya masuk kepada hukum saja. Nasakh dapat masuk kepada hukum dan membatalksan berita-berita dusta


  1. Hikmah Nasakh

Telah disepakati oleh ulama ushul fiqih, bahwa disyariatkannya berbagai hukum kepada manusia bertujuan untuk memelihara kemaslahatan umat manusia, baik di dunia maupun di ajkhirat, selain tuntutan dari Allah agar hmba-Nya mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.


Menurut Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, diantara hikmah adanya konsep nasakh adalah berkaitan dengan pemeliharaan kemaslahatan umat manusia, sekaligus menunjukkan fleksibelitas hukum Islam dan adanya tahapan dalam penetapan hukum, Islam. Bila tahapan berlakunya suatu hukum telah selesai menurut kehendak syar'i maka datang tahapan berikutnya, sehingga kemaslahatan manusia tetap terpelihara (Al-Buthi : 223-226)



B. Mansukh


  1. Pengertian

Mansukh adalah hukum yang diangkatkan( ) umpamanya:





"Allah mewasiatkan kepada kamu tentang pembagian pusaka untuk anak kamu, bawa bagi anak laki-laki mendapat harta pusaka dua kali anak perempuan"


  1. Tahkik terhadap perbedaan pendapat tentang adanya ayat Al-Qur'an yang Mansukh

Baik menurut akal maupun menurut riwayat, nasakh dapat terjadi pendapat ini sudah disepakati ulama-ulma usul:


a. Imam Fakhrurazi berkata : Nasakh bagi kita dapat terwujud secara akal dan riwayat, berbeda dengan Yahudi, sebab diantara mereka ada yang mengingkarinya dan ada yang membolehkannya.


b. Imam Abu Muslim Al-Ashfahani mengingkari adanya nasakh di dalam Qur'an


c. Mayoritas ulama Islam, sepakat adanya nasakh mereka beralasan bahwa dalil yang menunjukkan atas kenabian Nabi Muhammad SAW, dan kenabian beliau tidak dapat dianggap benar kecuali dengan menasakh syariat-syariat Nabi sebelumnya. Sebelum dengan demikian nasakh tetap wajib adanya.


Imam Al-Jashhshas mengatakan bahwa sebagian dari ulama-ulama mutaakhirin ada yang menganggap bawah tidak ada nasakh di dalam syari'at Nabi kita Muhammad SAW. Dan semua yang disebut tentang adanya nasakh itu. Maksudnya nasakh syari'at Nabi-Nabi yang dahulu. Adapun syari'at Nabi kita sebagai Nabi yang terakhir syari'atnya kekal sampai hari kiamat.









C. Cara Mengetahui Nasakh dan Mansukh


a. Penjelasan langsung dari Rasulullah SAW


b. Dalam suatu nasakh, terkadang terdapat keterangan yang menyatakan bahwa salah sat Nash diturunkan terlebih dahulu. Misalnya:






"Dahulu saya melarang kaum untuk menziarahi kubur, tetapi kini ziarahlah"


c. Berdasarkan keterangan dari keterangan Hadits yang menyatakan satu Hadits di keluarga tahun sekian dan Hadits lain dikeluarkan tahun sekian (Abdul Syakur, II: 161, At Taftazani, II: 103, Al-Bukhari, II: 1198)







BAB III



KESIMPULAN



Ilmu nasakh Mansukh adalah ilmu mengenai pembatalan atau penghapusan, dan ilmu tentang hukum yang diangkatkan. Ilmu ini dijadikan sebagai salah satu metode dalam menyelesaikan persoalan/permasalahan antara dua dalil yang bertentangan, yang secara zhahir pada derajat yang sama.


Disyaratkan berbagai hukum kepada manusia bertujuan untuk memelihara kemaslahatan umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat, selain tuntunan dari Allah agar hamba-Nya mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.


Berkaitan dengan itu, syar'i (Allah SWT) senantiasa memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi yang ada di masyarakat. Terjadinya perubahan hukum yang diperlakukan kepada manusia tidak lain berdasarkan hukum yang diberlakukan kepada manusia. Tiada lain berdasarkan kondisi yang terjadi dan supaya kemaslahatan tetap terjamin. Akan tetapi, tidak berarti bahwa syar'i tidak mengetahui kejadian yang akan terjadi, justru disinilah kelebihan Islam, yakni menetapkan hukum secara berangsur-angsur. Oleh karena itu persoalan nasakh itu hanya berlaku pada masa Rasulullah masih hidup, maka setelah Rasulullah SAW itu wafat, tidak ada lagi nasakh.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar