Kamis, 22 April 2010

KEHIDUPAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA

BAB I

KEHIDUPAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA

A. Proses Munculnya dan Berkembangnya Kehidupan Awal Manusia dan Masyarakat Di Kepulauan Indonesia.

Proses munculnya dan berkembangnya kehidupan awal manusia dan masyarakat di kepulauan Indonesia menurut ilmu yang mempelajari kulit bumi, dapat dibagi menjadi beberapa zaman atau periodisasi sebagai berikut :

1. Zaman Archaikum

Zaman ini adalah zaman tertua yang berlangsung sekitar 2.500 juta tahun. Keadaan di bumi masih belum stabil dan suhu panas, sehingga belum ada tanda-tanda kehidupan.

2. Zaman Paleozoikum

Zaman ini berlangsung sekitar 340 juta tahun. Pada zaman ini keadaan bumi belum stabil, suhu, masih berubah-ubah. Namun sudah ada tanda-tanda kehidupan, sudah muncul mahluk bersel satu atau mikroorganisme, beberapa jenis ikan, ampibi, reptile, dan bintang tidak bertulang punggung zaman ini disebut primar.

3. Zaman Mesozoikum

Zaman ini berlangsung sekitar 140 juta tahun. Pada masa ini, iklim semakin membaik walaupun suhu masih berubah-ubah. Curah hujan berkurang, sungai-sungai dan danau banyak yang kering dan berlumpur, serta mulai munculnya pohon-pohon yang besar dam muncullah binatang-binatang reptil dalam bentuk yang cukup besar, seperti : dinosaurs dengan panjang 12 meter, tyrannosaurus dengan panjang 30 meter, serta beberapa jenis reptile yang bisa terbang yaitu pleranadon.

4. Zaman Neozoikum (Kainnozikum atau zaman kehidupan batu)

Zaman ini berlangsung kurang lebih 60 juta tahun yang lalu sampai sekarang. Pada masa ini kondisi dan suhu bumi semakin membaik, tidak terjadi perubahan yang mencolok, kehidupan berkembang dengan pesat.

Adapun pada Zaman

a. Zaman tersier, pada masa ini jenis-jenis binatang besar semakin berkurang, maka jenis binatang yang menyusui seperti kera monyet.

b. Zaman kuarter, pada masa ini merupakan masa yang terpenting karena sudah mulai muncul kehidupan manusia.

Ada pun zaman kuarter dibagi atas dua zaman, yaitu sebagai berikut :

a. Zaman Deluvium (Pleistosen) atau disebut juga zaman es. Zaman ini berlangsung sejak 6000.000 tahun yang lalu karena suhu bumi yang turun naik tidak menentu. Jika suhu turun, permukaan es dimuka bumi makin luas dan permukaan laut semakin turun. Ketika es membatu, daratan Asia Indonesia, dan Australia. Zaman ini ditandai dengan muncul manusia purba.

b. Zaman Aluvium (holosen) yang berlangsung sejak 20.000 tahun lalu. Pada zaman ini sudah muncul jenis manusia yang disebut homo sapiens yang memiliki ciri-ciri seperti manusia sekarang.

Berdasarkan penelitian geologi, kepulauan Indonesia mulai terbentuk pada zaman tersier sedangkan pada zaman terrier sedangkan pada zaman kuarter sudah hidup jenis manusia purba di pulau Jawa. Jenis manusia purba yang muncul pada zaman kuarter adalah meganthropus dan purba ini ditemukan pada lapisan bumi plestosen bawah. Pada lapisan ini juga banyak ditemukan fosil kera besar antara lain jenis gibbon dan orangutan.

B. Perkembangan Biologis Manusia Purba di Indonesia

Berdasarkan penelitian terhadap hasil temuan peninggalan pra sejarah yang berwujud fosil atau peninggalan benda organik berupa tulang-tulang manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang telah membatu dan artifak atau benda-benda organik berupa peralatan hidup manusia purba.

Fosil –fosil manusia purba tersebut antara lain terdiri dari tengkorak, tulang paha, tulang kaki, dan tulang rahang. Dengan temuan yang ada, para pakar berhasil merekonstruksi serta menganalisis, baik berupa fisik maupun tingkat budaya mereka.

Penelitian tentang manusia purba sebenarnya merupakan bidang kajian antropologi ragawi.

Fosil di Indonesia purba banyak ditemukan di pulau Jawa. Temuan-temuan di pulau Jawa memiliki arti penting karena berasal dari segala zaman sehingga tampak jelas perkembangan manusia purba tersebut. Penelitian tentang manusia purba di Indonesia dilakukan atas tiga periode, yaitu :

a. Periode tahun 1889-1909, dilakukan oleh Eugene Dubois di daerah Trinil, Ngawi, Jawa Timur yang berhasil menemukan fosil Pithecanthropus Erectus.

b. Periode 1931-1941, dilakukan oleh C. Ter Haar, Oppnoorth, Raph von Koenigswald dan F. Weiddenrich, dilakukan di daerah Ngadong yang terletak di sepanjang Sungai Begawan Solo dan daerah Sanagiran. Hasil penemuan tersebut diantaranya adalah Meganthropus Paleojavanicus dan Pithecanthropus Mojokertensis.

c. Periode sejak tahun 1952 dan seterusnya, dilakukan oleh para pakar bangsa Indonesia di antaranya Prof. Dr. Teuku Jacob, Prof. Dr. Sartono, Dr. Ir. Otto Sudarmadji, dan Prof. Dr. R,P. Soejono di daerah Sangiran.

Berdasarkan hasil penelitian Paleontologi, manusia-manusia purba yang diketemukan di Indonesia meliputi beberapa jenis dengan urutan dari yang tertua, yaitu ; Meganthorupus, Pithecanthropus, dan Homo.

  1. Meganthopus

Jenis Meganthopus paling tua di Pulau Jawa dengan nama Meganthopus Paleojavanicus, (mega-besar, anthorus-manusia, paleo-tua, javanicus-Jawa), diartikan manusia raksasa (besar) tertua di Jawa. Di temukan oleh Raph von Koenigswald pada tahun 1936-1941 di Sangiran. Para pakar menyimpulkan bahwa makhluk ini adalah jenis manusia purba yang tertua di pulau Jawa, hidup kira-kira 2 juta sampai 1 juta tahun lalu. Bertubuh besar, kenning menonjol, tulang pipi menebal, dan makanan utama tumbuh-tumbuhan.

Ciri-ciri Meganthopus Paleojavanicus diantaranya :

a. Memiliki badan yang tegap, rahang yang besar dan kuat.

b. Hidup dengan cara mengumpulkan makanan (food gathering)

c. Makanan utama berasal dari tumbuh-tumbuhan/umbi-umbian dan buah-buahan tidak memilik dagu, kenning menonjol, memiliki tonjolan kepala.

  1. Pithecanthropus

Fosil jenis Pithecanthropus banyak ditemukan di Trinil (daerah Ngawi), Perning (daerah Mojokerto), Sangiran, Kedungbrudus (Madiun), Sambungmacan, dan Ngadong. Fosil yang terkenal adalah temuan dari dr. Eugene Dubois (seorang dokter militer Belanda) berkebangsaan Prancis di trinil. Fosil ini berasal dari makhluk yang disebut Pithecanthropus Erectus (manusia kera berjalan tegak) berasal dari pleistosen bawah dan pleistosen tengah. Tim peneliti banyak menemukan fosil hewan dan tumbuhan yang amat penting untuk memahami kondisi lingkungan pada zaman pleistosen tengah di Jawa.

Jenis-jenis Pithecanthropus meliputi:

a. Pithecanthropus Mojokertensis, ditemukan oleh Ralph von Koenigswald di daerah Perning, Mojokerto (Jawa Timur) berasal dari lapisan Pleistosen bawah.

b. Pithecanthropus Robustus. Pithecan = kera, Robustus = besar, diartikan manusia kera yang besar. Ditemukan oleh F. Weiddenrich dan Ralph von Koenigswald pada tahun 1939 di lembah Sungai Begawan Solo fosil ini berasal dari plestosen bawah. Ralph von Koenigswald menganggap fosil ini sejenis dengan Pithecanthropus Mojokertensis.

c. Pithecanthropus Erectus. Pithecanthropus artinya manusia kera berjalan tegak. Fosil jenis manusia ditemukan oleh Euggene Dubois pada tahun 1890 di desa Trinil dekat Ngawi . Jawa Timur di lapisan pleistosen tengah.

Ciri-ciri Pithecanthropus Erectus adalah :

1. Tinggi tubuh 165-180cm

2. Berat sekitar 104 kg, rahang kuat

3. Bentuk tubuh dan anggota badan tegap

4. Kening menonjol, dagu belum ada geraham besar, hidung besar.

5. Volume otaknya 750-1350cc.

Jenis manusia ini hidup sekitar 1 juta tahun yang lalu. Dianggap sebagai mahluk hidup yang kedudukannya diantara manusia dan kera, tetapi sudah berjalan tegak.

  1. Homo

Homo adalah jenis manusia purba yang memiliki sifat-sifat seperti manusia sekarang (homo sapiens). Hidup antara 60.000 sampai 25.000 tahun lalu. Jenis homo yang ada di Indonesia adalah Homo Soloensis dan Homo Wajakensis.

a. Homo Soloensis (Manusia Solo)

Homo Soloensis (Manusia Solo) ditemukan oleh Ter Hear Oppenoort, dan Ralph von Koenigswald di sepanjang Sungai Begawan Solo. Pada tahun 1931.

Jenis manusia purba ini berasal dari lapisan plestosen atas. Menurut Ralph von Koenigswald, jenis tingkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan jenis Pithecanthropus Erectus. Homo Soloensis digolongkan dengan Homo Neanderthalensis yang merupakan manusia purba jenis homo sapiens dari Asia, Eropa, dan Afrika.

b. Homo Wajakensis (Manusia dari Wajak)

Homo Wajakensis sejenis dengan Homo Soloensis. Ditemukan oleh Van Rieschoten tahun 1889 di Wajak, daerah Kediri, di lembah Sungai Brantas. Hasil penelitian Eugene Dubois menunjukkan bahwa tengkorak Homo Wajakensis mempunyai banyak persamaan dengan tengkorak penduduk Benua Australia yakni suku Arborigin. Homo Soloensis adalah nenek moyang homo Wajakensis yang berasal dari daerah Asia, melalui Indonesia menuju Australia. Terjadi pada zaman es (pleistosen).

Ciri-ciri Homo Sapiens,

1. Otak mempunyai volume 1.000-1.200 cc

2. Tinggi badan berkisar 130-210 cm

3. Adanya penyusunan otak pada otot tengkuk

4. Bentuk muka tidak dapat menonjol ke depan

5. Jalannya sudah tegak dan lebih sempurna.

C. Perkembangan Budaya Manusia Purba di Indonesia

Dengan bantuan llmu arkeologi, manusia mengenal periodisasi yang mendeskripsikan kemajuan budaya manusia. Zaman pra sejarah di Indonesia berdasarkan arkeologi di bagi menjadi zaman batu dan zaman logam.

  1. Zaman Batu

Zaman batu adalah suatu periode ketika manusia secara dominan terbuat dari batu, meskipun adapula peralatan yang terbuat dari kayu atau pun tulang, alat-alat batu yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, teknik pembuatannya masih sederhana (kasar) karena hanya sekedar mencukupi keperluan saja. Zaman batu terbagi atas batu tua, zaman batu madya, zaman batu baru dan zaman batu besar.

a. Zaman Batu Tua (Paleolithikum)

Benda-benda yang dihasilkan pada zaman Paleolithikum antara lain :

    1. Alat-alat yang terbuat dari batu yang masih kasar, antara lain kapak genggam dan kapak perimapas yang disebut chopper. Kapak genggam berfungsi untuk menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang. Kapak perimbas berfungsi untuk marimbas kayu, memecah tulang, dan sebagai senjata banyak ditemukan di daerah Pacitan maka Ralph von Koenigswald menyebutnya kebudayaan Pacitan.
    2. Alat-alat dari tulang dan tanduk binatang. Ini berfungsi sebagai penusuk, penggorek, dan tombak.
    3. Alat Serpih (flakes) biasanya digunakan untuk mengiris daging atau memotong umbi-umbian dan buah-buahan.

b. Zaman Batu Madya

Manusia pendukung zaman ini adalah homo sapiens, khususnya ras Papua Melansoid. Hasil budayanya antara lain:

1. Kapak Sumatra (Pebble). Pebble adalah jenis kapak yang sudah digosok, tetapi belum sampai halus. Kapak ini dibuat dari batu kali yang sudah dipecah atau dibelah. Jenis kapak ini banyak ditemukan pada kjokkenmoddinger disepanjang pantai Sumatra timur Laut antara Langsa (Aceh) dengan Medan (Sumatra Utara).

2. Batu Pipisan. Batu Pipisan terdiri atas batu penggiling dengan landasnya. Batu ini digunakan untuk menggiling makanan, menghaluskan cat merah (seperti nampak pada bekas-bekasnya). Penggunaan cat merah diperkirakan dengan upacara-upacara kepercayaan. Batu Pipisan juga banyak ditemukan pada kjokkenmoddinger.

3. Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur (bahasa Denmark) kjokken = dapur, modding = sampah. Sampah yang berwujud kulit siput dan kerang.

4. Abris Sous Rouche adalah tempat tinggal zaman pra sejarah yang berwujud goa-goa dan ceruk di dalam batu karang untuk Berlindung . dari goa-goa ini berhasil ditemukan beberapa artifak atau peninggalan sejarah.

c. Zaman Batu Baru (neolitihikum)

Perkembangan kebudayaan pada zaman batu baru sudah sangat maju. Hal ini disebabkan terjadi di migrasi secara bergerombol proto melayu dari Yunan, Cina Selatan ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Pada zaman neolitihikum, peralatan batu sudah digosok halus karena mereka sudah mengenal teknik mengasah dan mengupan. Peralatan itu diantaranya sebagai berikut :

1. Kapak Persegi adalah kapak yang penamapang lintangnya terbentuk persegi panjang atau trapezium.

2. Kapak bahu adalah kapak persegi namun pada tangkai ‘leher” sehingga menyerupai bentuk botol persegi.

3. Kapak Lonjong adalah kapak dengan penampang berbentuk lonjong atau bulat telur. Kapak lonjong sering disebut kapak Irian karena banyak ditemukan di Irian (Papua).

Benda-benda dari zaman neolitihikum adalah sebagai berikut :

1. Perhiasan, jenis perhiasan sari zaman tersebut berupa gelang, kalung, anting-anting yang bahan bakunya adalah batu indah dan kalsedon.

2. Tembikar, pecahan-pecahan tembikar ditemukan pada lapisan Kjokkenmoddinger di Sumatra.

3. Pakaian, hiasan tembikar yang bermotif tenunan membuktikan bahwa pra sejarah sudah mengenal pakaian. Hal ini dibuktikan dengan penemuan alat pemukul kayu yang bisa digunakan untuk alat memukul kulit kayu.

d. Zaman Batu Besar

Sezaman dengan neolitihikum dan zaman logam, di Indonesia berkembang kebudayaan besar (megalithikum).

1. Menhir, tugu batu yang didirikan sebagai tanda peringatan serta melambangkan arwah nenek moyang.

2. Dolmen, wujud dolmen seperti meja batu berkaki, ada dolmen yang digunakan untuk meletakan sesaji dan pemujaan kepada nenek moyang.

3. Sarkofagus atau Keranda. Bentuknya seperti palung atau lesung, tetapi mempunyai tutup. Sarkofagus merupakan peti mayat yang terbuat dari batu.

4. Kubur batu, adalah peti mayat dari batu, keempat sisinya berdidnding papan-papan batu, begitu pula alas dan bidang alasnya dari papan batu. Kubur batu banyak terdapat di Pasemah, Wonosari (Yogyakarta), Cepu Jawa tengah, Leles (Garut), Kuningan.

5. Waruga, yaitu kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga banyak ditemukan di Sulawesi Utara dan Tengah.

6. Arca atau patung yaitu yang terbuat dari batu besar yang berbentuk binatang dan manusia. Bangunan ini banyak ditemukan di Pasemah, lembah Beda, (Sulawesi Tengah).

  1. Zaman Logam (perundagian)

Zaman logam terbagi atas zaman tembaga, perunggu, dan besi.

a. Zaman Tembaga

Di Indonesia, tidak dikenal zaman tembaga, tetapi langsung zaman perunggu kemudian zaman besi. Dengan berlangsungnya zaman logam bukan berarti masyarakat meninggalkan alat-alat dari batu. Sejalan dengan zaman ternyata masyarakat juga masih menggunakan peralatan dari batu.

b. Zaman Perunggu

Kebudayaan zaman perunggu yang berkembang di Indonesia sering disebut dengan kebudayaan Dong Son (Vietnam). Menurut pendapat Victor Golou Bew kebudayaan Dong song berkembang sejak abad pertengahan masehi.

Berdasarkan penelitian, nenek moyang bangsa Indonesia tergolong Ras Austronesia yang berasal dari Asia Tenggara, setelah sampai di Indonesia disebut Melayu Austronesia. Mereka datang ke Indonesia dalam dua gelombang:

1. Gelombang pertama datang dari zaman neolithikum tahun ± 2000 SM, membawa kebudayaan kapak persegi dan kapak lonjong. Mereka disebut bangsa proto-Melayu.

2. Gelombang kedua datang pada zaman logam pada tahun ± 500 SM, membawa kebudayaan perunggu atau kebudayaan Don Son. Mereka disebut bangsa Deutro-melayu.

Dengan dikenalnya logam, bangsa Indonesia memiliki kepandaian baru, yaitu menuang logam karena logam tidak bisa dipukul-pukul atau dipecah-pecah seperti membuat alat dari batu, logam harus dilebur menjadi cairan logam baru dicetak sesuai dengan kebutuhan. Teknik pencetakan, yaitu a cire (cetakan lilin) dan Bivalve (dua tangkap).

Pembuatan benda logam dengan teknik a cire perdue adalah dengan dileburnya logam yang diinginkan kedalam tanah. Cairan logam tersebut ditutup dengan tahan liat. Setelah dingin, selubung tanah dipecah dan keluarlah benda yang di inginkan dari logam tadi.

Cara kedua adalah teknik bivalve yaitu membuat cetakan dari batu. Cetakan terdiri atas dua tangkap, yaitu rongga bidang batu masing-masing sudah ditatah atau dilubangi, jadi jika ditangkap dalamnya ada rongga, bentuknya sesuai dengan yang diinginkan. Melalui lubang yang disediakan cairan logam dituangkan. Jika sudah dingin, cetakan batu dibuka, jadilah benda logam yang kita inginkan.

Peninggalan zaman perunggu antara lain:

1. Nekara

Benda ini berbentuk seperti dendang yang terlungkup, berpingang pada bagian tengahnya, bagian atasnya tertutup. Neraka ditemukan di Sumatra, Jawa, Pulau Sangean, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar. Nekara yang ditemukan di Bali ada yang tingginya 1,86 m dan garis tengahnya 1,60 m. Nekara dianggap benda suci dan sebagai benda untuk upacara seperti upacara minta hujan dan penguburan . sedang moko di Pulau Alor berfungsi sebagai mas kawin.

2. Bejana Perunggu

Bejana perunggu seperti langsung, di kerinci (Sumatra Barat) dan Madura.

3. Kapak corong atau kapak sepatu

Kapak sepatu adlah kapak yang bagian atasnya berbentuk corong yang sebirnya belah, kapak sepatu juga disebut kapak corong. Kapak sepatu ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi tengah dan Selatan, Pulau Selayar, serta Papua dekat danau Sentani. Dipakai sebgai tanda kebeaaran, kapak hias, dan alat upacara.

4. Arca perunggu

Bentuk arca perunggu menampilkan sosok manusia dalam posisi tertentu. Pada bagian kepala arca tersebut diberi tempat untuk mengaitkan tali atau menggantung. Arca perunggu ditemukan di Riau, Bangkinang , dan Bogor.

5. Zaman perunggu

Berbentuk gelang, kalung, anting-anting dan cicin. Tidak diberi hiasan ukiran, banayak ditemukan di Plawangan (remabng), Anyer (Banten), Bali, Sumba.

6. Gerabah dan manik-manik.

Manik-manik dipakai sebagai perhiasan, alat tukar, dan upacara. Bahan dasar manik-manik ada yang terbuat dari batu setengah permata (akik, kalsedon), kaca, kulit kerang, atau tanah liat yang dibakar.

c. Zaman Besi

Banyak ditemukan di Indonesia namun banyak yang rusak atau hancur mudah karatan dan termakan cuaca. Benda besi umumnya ditemukan sebagai benda bekal kubur seperti yang ditemukan dikubur batu di daerah Wonosari (Jawa Tengah) dan Besuki (Jawa Timur).

Jenisnya seperti peralatan besi yang ditemukan di Indonesia antara lain mata kapak, pisau, sabit, ujung tombak, dan gelang.

BAB II

PERADABAN AWAL MASYARAKAT DI DUNIA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERADABAN INDONESIA

A. Hubungan Budaya Bacson-Hoabinh

Istilah "Bacson-Hoabinh" dipergunakan untuk menunjukkan suatu tempat pembuatan alat-alat batu yang khas dengan suatu ciri di pangkas pada satu atau dua sisi permukaannya. Daerah tempat penemuan budaya Bacson-Hoabinh ditemukan diseluruh wilayah Asia Tenggara, hingga Myanmar (Burma) di barat dan ke Utara hingga propinsi-propinsi selatan dari kurun waktu antara 18000 dan 3000 tahun yang lalu.

Ciri khas alat bantu kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah peyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran kurang satu kepalan, dan seringkali tepinya menjadi bagian yang tajam. Menurut C. F.Gorman dalam Bukunya The Hoabinhian and after : Subsistence patters in South east Asia During the latest Pleistocene and early Recent Periods (1971) menyatakan bahwa penemuan alat-alat dari batu paling banyak ditemukan dalam penggalian di pegunungan batu kapur di daerah Vietnam bagian utara, yaitu Bascon pegunungan Hoabinh.

Di daerah Vietnam ditemukan tempat-tempat pembuatan alat-alat batu, sejenis alat-alat batu dari kebudayaan Bacson-Hoabinh. Bahkan di Gua Xom Trai kebudayaan Bacson-Hoabinh, tersebar dan berhasil ditemukan, hampir di seluruh daerah Asia Tenggara, baik daratan maupun kepulauan termasuk Indonesia.

Di wilayah Indonesia daerah Jawa, Sumatra, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, sampai ke Papua (Irian). Di daerah Sumatra, alat-alat batu sejenis kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di Lhokseumawe dan Medan.

Pada daerah Jawa, alat-alat kebudayaan sejenis Bacson-Hoabinh berhasil ditemukan di daerah Sungai Begawan Solo. Penemuan alat-alat dari batu ketika dilakukan penggalian untuk menemukan fosil-fosil (tulang belulang) manusia purba.

Beberapa penggalian berhasil menemukan alat-alat batu termasuk alat serpih berpungung dan mikrolit yang dikenal dengan Toalian. Alat-alat batu Tolian diperkirakan berasal dari 7000 tahun yang lalu.

B. Perkembangan Budaya Dong son

Pembuatan benda-benda perunggu di daerah Vietnam Utara diambil sekitar tahun 2500 SM dan dihubungkan dengan dihubungkan dengan tahap-tahap budaya Dong Dau dan Go Mun.

Benda-benda logam yang ditemukan di wilayah Indonesia pada umumnya bercorak. Dong Son, dan bukan mendapat pengaruh budaya logam dari India maupun Cina. Budaya perunggu bergaya Dong Song tersebar luas di wilayah Asia Tenggara dan Kepulauan Indonesia, hal ini terlihat dari kesamaan corak hiasan dan bahan-bahan yang dipergunakannya.

Nerkara itu memiliki lajur hiasan yang disusun mendatar bergambar manusia, hewan dan pola geometries.

Benda-benda perunggu lainnya yang berhasil ditemukan di daerah Dong Son serta beberapa kuburan seperti di daerah Vie Khe, Lang Ca, Lang Vac mencakup alat-alat rumah tangga (mangkok dan ember kecil), miniatur nekara dan genta, kapak corong, cangkul bercorong, mata panah atau mata tombak bertangkai atau bercorong. Dari penemuan itu terdapat alat-alat dari besi, walaupun jumlahnya sangat sedikit.

Budaya Dong Son sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan budaya perunggu di Indonesia. Nekara ini berisi hiasan gambar orang-orang berpakaian seragam menyerupai pakaian dinasti Han (Cina) atau Kushan (India Utara) atau Satavahana (India Tengah).

Berdasarkan penemuan itu, para ahli menyimpulkan bahwa tidak mungkin nekara itu dibuat oleh masyarakat pada daerah-daerah tempat penemuannya. Oleh karena itu, dari sudut gaya dan kandungan timahnya yang cukup tinggi maka nekara-nekara yang ditemukan di daerah Indonesia diperkirakan di buat di Cina. Namun, Heine Geldern (1947) yang meneliti nekara menyatakan bahwa nekara yang ditemukan di daerah Sangeng diperkirakan di cetak di daerah Faunan yang telah terpengaruh oleh budaya India 250 M.

Di sebelah timur Bali mempunyai empat patung katak pada bagian bidang pukulnya. Burners Kempers memberikan gambaran cara nekara tipe heger I di cetak secara utuh.

Penyebaran nekara-nekara tipe Heger I terutama pada daerah-daerah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku Selatan dan lain-lain. Selain nekara, di wilayah Indonesia juga ditemukan benda-benda perungggu lainnya seperti patung-patung, peralatan rumah tangga, peralatan bertani maupun perhiasan-perhiasan.

C. Perkembangan Budaya Sa Huynh

Budaya Sa Huynh di Vietnam bagian Selatan didukung oleh suatu kelompok penduduk yang berbahasa Austronesia (Cham) yang diperkirakan berasal dari daerah-daerah di kepulauan Indonesia dari daerah Semenanjung Malaya atau Kalimantan.

Pakar arkeologi Vietnam menyatakan bahwa hasil-hasil penemuan benda-benda arkeologi diduga menjadi bukti cikal bakal budaya ini.

Orang-orang Chan pernah mengembangkan peradaban yang dipengaruhi oleh budaya India Champa. Pusat-pusat penemuan benda-benda logam di Vietnam Utara pada akhir masa pra sejarah mempunyai arti tang amat penting, karena mereka adalah kelompok masyarakat yang mengguanakan bahasa Austromenesia dan mempunyai kedekatan kebangsaan dengan masyarakat yang tinggal di kepulauan Indonesia. Dengan demikian, pengaruh budaya Dong Son di wilayah Indonesia memiliki arti yang sangat penting dalam perkembangan teknologi logam di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam perkembangan tahap awal di beberapa tempat di Indonesia, antara lain:

a. Tahap Logam awal di Sumatra

b. Tahap Logam awal di Jawa

Dalam penelitian yang dilakukan oleh A.N Van der Hoop (1934) di daerah Gunung Kidul dekat Wonosati, Jawa Tengah, membuktikan bahwa pada kubur-kubur peti batu atau sarkofagus itu juga ditemukan bekal kubur batu berupa peralatan-peralatan dari besi seperti pisau bertangkai, belati, kapak, dan pahat.

c. Tahap Logam awal di Bali

Benda-benda logam yang berhasil ditemukan seperti benda-benda yang terbuat dari besi, walaupun bentuknya sudah tidak jelas lagi, karena logam besi mudah hancur. Daerah-daerah tempat penemuannya daerah Gilimanuk ditemukan tombak besi yang bertangkai, pisau belati besi beragnggang perunggu, manik-manik dari emas kaca dan lain-lain, di daerah Pangkung.

d. Tahap Logam awal di Sumba

Bejana-bejana tembikar berukuran kecil ditempatkan didalam atau disekitar tempayan beserta manik-manik gelang dan benda-benda logam lainnya sebagai benda bekal kubur yang paling umum. Tetapi ada kuburan-kuburan masyarakat Sumba pada tahap logam awal banyak ditemukan sebagai bekal kubur. Hal ini bukan berarti bahwa masyarakat Sumba mengenal benda-benda logam hanya untuk bekal kubur, melainkan juga sebagai peratalatan rumah tangga, bertani, berkebun dan lain-lain.

e. Tahap Logam awal di Kepulauan Talaud dan Maluku Utara

Penguburan di dalam temapayan berhasil ditemukan oleh para ahli di goa kecil leang Buidane (Pulau Salebabu dalam kawasan kepulauan Talud). Penguburan dalam tempayan di daerah ini aslinya ditempatkan di lantai-lantai gua. Disamping itu ditemukan alat-alat cetak dari tanah liat bakar yang dipergunakan untuk mencetak kapak dan benda-benda tembaga lainnya.

f. Tahap Logam awal di Sulawesi

Pada goa-goa di daerah Sulawesi Selatan ditemukan kubur tempayan. Tembikar yang ditemukan di daerah Ulu Leang-leang di kawasan Maros Sulawesi Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar